Selasa, 30 April 2013

Mengantisipasi fanomena cuaca buruk di bandar udara

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa transportasi udara di Indonesia sudah tumbuh dengan baik dan menjadi salah satu kebutuhan sebagian kalangan. Pada hari libur panjang biasanya arus penumpang dari satu kota menuju kota lain menunjukan peningktan yang relative besar.

Ada kira-kira 6 perusahaan penerbangan Indonesia yang melayani kebutuhan jasa transportasi udara domestik serta hampir 20 bandar udara tersebar untuk menunjang kebutuhan tersebut. Dua perusahaan penerbangan Indonesia terbesar memiliki seratusan pesawat udara yang hilir mudik di angkasa dan bandar udara Indonesia setiap hari dapat kita bayangkan betapa bahan bakar yang digunakan dan berapa banyak emisi korbon dioksida.

Maksud dari tulisan ini adalah fokus mencoba fokus kepada upaya pengurangan konsumsi bahan bakar serta emisi karbone dioksida. Bagi suatu penerbangan sebaiknya cepat menghidupkan mesin kemudian terbang lalu mendarat dan mematikan mesin. Jika harus dipilih apakah harus cepat mendarat atau cepat berangkat, tentu orang memilih cepat mendarat, ya cepat mendarat.

Keingin harus cepat mendarat haruslah dipenuhi dengan ketersediaan landasan (runway), fasilitas pendaratan serta pengaturan dan keadaan cuaca dibandar udara tujuan.

Badar udara di Indonesia yang digolongkan sibuk antara lain Polonia-Medan, Juanda-Surabaya dan Ngurah Rai-Bali. Bandar udara Soekarno-Hatta paling sibuk di Indonesia melayani hampir semua penerbangan domestik semua tujuan.

Untuk melayani penerbangan domestik semua perusahaan penerbangan Indonesia menggunakan pesawat udara kelas B737 atau A320 yang berkapasitas hingga 200 penumpang. Jenis peswat udara seperti ini menghabiskan bahan bakar kira-kira 4000 liter avtur sejam, jika misalnya harga 1 liter avtur Rp.9.500 maka untuk dibelanjakan 4000 x Rp.9.500 = Rp.38.000.000,-.

Maka mari kita berandai-andai secara sederhana, apabila karena suatu sebab penerbangan belum dapat mendarat dan harus menunggu selama 10 menit dibutuhkan tambahan belanja sebesar 1/6 x Rp.38.000.000= Rp.6.300.000.

Dari berandai-andai kita tingkatkan misalnya konsekuensi lain akibat tertahannya pendaratan, seperti biaya awak pesawat, biaya pemeliharaan serta kehilangan kesempatan dari penumpang maka total tambahan belanja akan semakin besar.

Unsur-unsur yang mungkin dapat menunda pendaratan, kepadatan lalu lintas penerbangan, keadaan cuaca.

Kepadatan lalu lintas penerbangan sebenarnya dapat diketahui dengan perencanaan keberangkatan penerbangan, yaitu dengan dilakukan koordinaasi antara bandar udara tujuan dengan bandar udara pemberangkatan, sehingga dapat diseimbangkan antara demand dan capacity.

Keadaan cuaca yang rada sulit diperkirakan, selain sifat musim panas dan hujan yang kita kenal selama ini. Cuaca adalah "karunia Allah" , termasuk "wind shear", yang hingga saat ini manusia hanya mengetahui dapat merupakan faktor yang membahayakan penerbangan.

Keadaan cuaca adalah salah satu, demi kepetingan penerbangan, yang harus diketahui dan jika membahayakan harus dihindari.

Pesawat terbang modern sejenis B737-800NG/Airbus 320 selama ini diketahui telah dilengkapi dengan weather radar dan low level wind shear alert system yang berfungsi untuk mendeteksi keadaan cuaca dari jalur yang akan dilaluinya, dan akan memberika tanda marabahaya jika mendeteksi suatu fanomena cuaca yang membahayakan penerbangan, termasuk wind shear.

Dengan tujuan agar bandar udara tetap dapat dioperasikan dengan selamat tanpa harus terjadi penundaan karena ada fanomena cuaca buruk, maka perlu dipikirkan peningkatan kemampuan Aerodrome Control Service.

Aerodrome control service harus ditingkatkan dalam hal mendeteksi kemungkinan terjadinya fanomena cuaca yang dapat mengganggu operasi penerbangan, melalui peningkatan kemampuan controller mempelajari perkembangan cuaca secara terus menerus, baik secara visual maupun bantuan alat, misalnya terminal weather doppler radar atau low level wind shear alert system.

Dalam hal mengantisipasi fanomena cuaca buruk dibandar udara dengan lebih dini maka dua unsur dapat selalu bekerjasama, yaitu penerbang di kockpit dan ATC di Tower sehingga diharapkan operasi penerbangan dapat lebih efisien dan selamat. (NM)

Senin, 22 April 2013

Manusia dan menghidari wind shear

Kita semua masih ingat peristiwa naas yang dialami oleh pesawat udara B737-800NG yang karena suatu sebab telah gagal melakukan pendaratan menuju landasan 09 bandar udara Ngurah Rai, akhirnya jatuh dipantai.

Mengutip berita-berita di media masa disebutkan bahwa dugaan terjadinya peristiwa naas tersebut adalah karena kesalahan orang "human error" atau berita lain mengatakan mungkin disebabkan oleh keadaan alam "wind shear". Sementara itu dari setiap berita tersebut selalu diakhiri dengan pernyataan menunggu hasil investigasi.

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mendahului hasil invetigasi oleh pihak yang kompeten , namum berfikir kedepan apa yang harus dilakukan agar peristiwa sejenis tidak terulang.

Peristiwa kecelakaan pesawat udara yang sangat mengerikan pernah terjadi di Amerika Serikat melibatkan pesawat udara berbadan lebar Lockheed Tristar L1011 ketika sedang melakukan proses pendaratan tiba-tiba jatuh dimana awak pesawat tidak sempat melakukan "recovery". Puluhan nyawa melayang dan hasil investigasi yang dilaporkan bahwa salah satu penyebab utama karena "wind shear". Awak pesawat tidak melaporkan adanya kegagalan pesawat udara, tidak tampak adanya cuaca buruk.

Demikianlah ada kemiripan dengan kecelakaan B737-800NG, sekali lagi bukan mendahului hasil investigasi, namun kebetulan ada kemiripan.

Fanomena wind shear dapat terjadi kapan dan dimana saja, suatu keadaan dimana arah angin dan kekuatannya berubah-ubah dan terjadi pada ketinggian relatif rendah, sekitar 1000 feet dari permukaan bumi. Tentu jika ada pesawat udara yang melalui ruang udara yang sedang terjadi wind shear akan sulit untuk dikedalikan. Berbahaya.

Penerbangan sipil sudah menjadi kebutuhan bagi umat manusia dalam interaksi kehidupannya, maka pencegahan kecelakaan perlu selalu ditingkatkan.

Otoritas penerbangan sipil Amerika FAA pada tahun 1994 telah mewajibkan semua pesawat penumpang sipil dilengkapi peralatan pendeteksi "wind shear". Namun bagaimana apabila penerbangannya karena suatu sebab alat tersebut tidak berfungsi, maka pilot perlu dibantu.

Informasi tentang wind shear harus diketahui oleh pilot dalam waktu yang cukup, air traffic controller diharapkan menyampaikan informasi itu sesegara mungkin.

Dibeberapa negara informasi tentang wind shear sangat diharapkan dari pilot yang baru saja mendarat atau baru saja lepas landas yang selanjutnya diteruskan oleh Aerodrome Controller kepada penerbangan berikutnya, lalu bagaimana jika untuk waktu yang relative lama tidak ada informasi dimaksud.

Bagi pilot diharapkan mempelajari laporan perkiraan keadaan cuaca untuk bandar udara tujuan dan alternative maupun keberangkatan, sedangkan kepada Aerodrome Controller melakukan observasi visual secara terus menerus untuk mengetahui lebih dini kemungkinan terjadinya wind shear.

Menjadi jelas bahwa yang terbaik untuk mengetahui kemungkinan adanya wind shear adalah manusia. Allah memberikan manusia kemampuan untuk mendeteksi perubahan alam, termasuk wind shear.

Akhirnya kita sadari bahwa jika ada kecelakaan pesawat udara dan hasil investigasi menunjukan karena "wind shear", maka bukan wind shear-nya sebagai faktor penyebab tetapi, kegagalan manusia mengetahui adanya wind shear dan menghidarinya. (NM)

Senin, 08 April 2013


Tantangan         ASEAN Open Skies Policy, Apakah Indonesia Siap
 
Tidak terasa bahwa dalam waktu dua tahun kedepan, tahun 2015 akan segera dimulai kegiatan Pasar Bersama ASEAN (AEC) yang salah satu sasarannya adalah kemakmuran bagi semua orang yang berada dikawasan tersebut. Pasar besama tersebut akan membuka lebar peluang bagi bangsa ASEAN melakukan upaya dagang dengan kesempatan yang setara tanpa diskriminasi.

Tulisan ini akan dibatasi dalam wilayah dunia penerbangan sipil.

Penerbangan sipil merupakan suatu kegiatan yang sejak dari awalnya bersifat "borderless", yaitu tanpa dibatasi oleh batas wilayah suatu negara, mengapa demikian karena sifat penerbangan itu sendiri. Namun tidak berarti suatu negara tidak mempunyai otorisasi pengaturan, penerbangan sipil dengan semua pranata peraturan mencoba dan terus memperbaiki undang-undang dan peraturannya agar menjadi dapat diterima dan dilaksanakan tentu dengan tujuan memberikan manfaat sebesar mungkin kepada setiap warganegara manapun.

Kemudahan yang disediakan oleh sistim transportasi udara diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, meningkatkan persahabatan antar semua umat manusia dikawasan ASEAN.

Setelah melalui suatu proses yang panjang maka pada tanggal 12 Desember 2010 pemerintah negara anggota ASEAN telah menandatangani ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of the Passanger Air Services yang terkait dengan implementasi Protocol 2 On Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Between Any ASEAN Cities.

Lalu apa itu "the fifth freedom", dan mengapa diimbuhi kata depan "unlimited".

The fifth freedom kira-kira dapat diartikan seperti ini "Fifth freedom right adalah hak suatu perusahaan penerbangan suatu negara untuk mengangkut penumpang, pos dan cargo dari suatu kota dinegara lain, untuk dibawa kenegara ketiga". Contohnya penerbangan Garuda mengakut penumpang, pos dan cargo dari Kuala Lumpur menuju Bangkok. Sedangkan kata "unlimited" dapat diartikan bahwa "the fifth freedom right" ini berlaku bagi airline negara ASEAN mengakut penumpang, pos dan cargo dari kota di negara kedua menuju tujuan kota di negara ketiga (bukan negara Asean). Contoh penerbangan Garuda dari Surabaya ke Singapore dilanjutkan ke London dengan menaikan penumpang, pos dan cargo baru dari Singapore.

Implementasi Protocol 2 On Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Between Any ASEAN Cities akan dimulai pada tahun 2015, dalam dua tahun mendatang dan Indonesia tidak lagi dapat menunda bahkan menolak karena pemerintah telah melakukan pengesahan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2011.

Banyak kalangan mengatakan bahwa Indonesia belum siap untuk mengimplementasikan "kebebasan kelima" ini, namun dengan adanya pengesahan tersebut mau tidak mau harus menghadapinya. Pertanyaannya mengapa tidak siap, lalu apakah yang dilakukan kalangan industri penerbangan dan pemerintah selama hampir sepuluh tahun terakhir semenjak pemikiran "ASEAN open skies policy" dibahas hingga diputuskan untuk diimplementasikan.

Semua pemangku kepentingan dalam industri penerbangan sipil Indonesia harus siap menghapi semua keadaan, namun yang menjadi sangat penting dan harus menjadi perhatian semua kalangan adalah kesiapan orang-per-orang dalam industri penerbangan untuk memiliki kompetensi international disemua aspek industri penerbangan sipil.

ASEAN Open Skies Policy merupakan langkan awal dari kegiatan utama kebijakan ASEAN Economic Comunity (AEC) yang mempunyai objective antara lain "a single market and production base" dimana dalam penerbangan sipil akan diimplementasikan ASEAN Single Aviation Market (ASAM). ASAM buka melulu berdagangnya "airlines" namum semua yang terkait dengan penerbangan sipil, termasuk standarisasi peraturan (regulation).

Menghadapi ASEAN Open Skies Policy dan ASAM maka yang harus dilakukan adalah perubahan mental dan mind-set, bahwa penerbangan sipil di Indonesia hanya diatur oleh Pemerintah Indonesia tetapi oleh peraturan bersama yang disusun dan diimplementasikan bersama dan kita ketahui bahwa penyusunan dan implementasi peraturan sangat berhubungan dengan kualitas manusia.

Apakah insan penerbangan sipil Indonesia saat sudah setara dengan insan penerbangan sipil Negara ASEAN lainnya? (NM)