Selasa, 11 Juni 2013

SDM bidang penerbangan sipil

Penerbangan sipil di Indonesia

Penerbangan air sudah dikenal di Indonesia semanjak jaman penjajahan Belanda, pada waktu itu ada maskapai penerbangan sipil KNLM yang selanjutnya hingga kini dikenal dengan Garuda Indonesia. Disamping itu ada juga bandar udara di Biak, Kemayoran dan Bali.

Setelah kemerdekaan Indonesia dengan sendirinya semua yang sebelumnya "milik" Belanda menjadi milik Indonesia dan orang-orang Belanda yang selama itu mengurusi penerbangan sipil harus meninggalkan Indonesia.

Pada tahun 1950 Indonesia diterima menjadi anggota ICAO melalui penyataan proses "menundukan diri" (adherence). Pada tahun 1952 dibentuklah Djawatan Penerbangan Sipil yang bertanggungjawab kepada Kementerian Perhubungan Udara, tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara.

Dari keadaan itulah Indonesia merasakan perlu segera mempunyai sumber daya manusia di bidang penerbangan sipil yang dapat mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan Belanda.

Untuk mencapai maksud tersebut maka didirikanlah Akademi Penerbangan Indonesia pada tahun 1952 di Kemayoran dan kira-kira pada tahun 1957 di pindahkan ke desa Curug Kabupaten Tangerang-Jawa Barat.

Akademi Penerbangan Indonesia dapat menghasilkan sumber daya manusia dalam bidang penerbang, teknisi perawatan pesawat udara, radio mechanic dan air traffic services.

Hingga tahun 1966-an sebagian besar lulusan pendidikan penerbang dan teknisi perawatan pesawat udara dari Akademi Penerbangan diserap oleh Perusahaan Negara Garuda Indonesia sedangkan lulusan pendidikan radio mechanic dan air traffic services bekerja di bandar-udara diseluruh tanah air sebagai pegawai negeri.

Penerbangan era 1970

Awal tahun 70-an dimulainya keterbukaan pada sistem transportasi udara, terutama dalam bidang penyedia jasa pengakutan (airlines). Pada tahun itu kita mengenal airlines swasta seperti Bouraq, Seulawah/Mandala, TransNasional, Sempati, Pelita dan beberapa airline lainnya yang melayani penerbangan berjadwal dan charter domestik selain dua Perusahaan Negara Garuda dan Merpati Nusantara.

Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia airlines maka dicetaklah penerbang dan teknisi perawatan pesawat udara di Akademi Penerbangan Indonesia (kemudian bernama Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara/LPPU). Sedangkan untuk penyediaan sumber daya manusia lulusan pendidikan radio mechanic dan ATS selain menjadi pengawai negeri ada juga yang menjadi pegawai perusahaan di lingkungan Perum. Angkasa Pura.

Sebagian besar sumber daya manusia yang berprofesi di perusahaan penerbangan bersatus bukan pegawai negeri sedangkan yang bekerja di bandar udara ada sebagian menjadi pegawai negeri dan sebagian menjadi pegawai perusahaan.

Hingga tahun 2013 ini masih banyak pegawai negeri Kementerian Perhubungan yang bekerja di organisasi PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II dengan status di perbantukan.

Pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan yang bekerja di bandar udara PT AP I dan PT AP II serta beberapa bandar udara yang dioperasikan oleh DJU disebut sebagai Teknisi Penerbangan.

Pendidikan penerbangan sipil

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No.24 Tahun 2010 Pasal 339 yang salah satu fungsinya adalah pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dibidang perhubungan.

Salah satu bentuk pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dalam bidang perhubungan udara adalah di bentuknya Sekolah Tinggi
Penerbangan
Indonesia melalui Keputusan Presiden no.43 Tahun 2000.

Pasal 1 keputusan ini menyebutkan bahwa Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disingkat STPI sebagai perguruan tinggi kedinasan
di lingkungan Departemen Perhubungan yang berkedudukan di Curug, Tangerang.

Selain STPI, BPSDM/PPSDM membawahkan Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan berlokasi di Medan, Surabaya dan Makassar, mirip dengan STPI namun pendidikan hanya mencapai strata D-III. Pembentukan ATKP didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.71 Tahun 2002, dan merupakan pendidikan kedinasan.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa lulusan STPI dan ATKP diserap oleh kalangan industri penerbangan sebagai pegawai perusahaan, walaupun disana-sini tetap ada yang menjadi pegawai negeri.

Dengan demikian boleh disimpulkan bahwa secara organisasi semua sekolah/ tempat pendidikan penerbangan yang dikelola oleh BPSDM/PPSDM Kementerian Perhubungan adalah merupakan pendidikan kedinasan sekalipun peserta didik dapat dari kalangan umum.

Sistim Pendidikan Nasional

Sistim pedidikan nasional di Indonesia dilaksanakan berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional. Disana antara lain diatur tentang lembaga pendidikan dan jalur pendidikan.

Terkait dengan pelaksanaan pendidikan kedinasan diatur melalui pasal 29 ayat (2) yang dituliskan "Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen."

Berdasarkan pasal 29 ayat (4) pendidikan kedinasan kemudian diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Pendidikan Kedinasan.

Menurut PP pengertian Pendidikan Kedinasan adalah pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah non-kementerian yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai negeri dan calon pegawai negeri.

Yang dapat mengikuti pendidikan kedinasan adalah pegawai negeri dan calon pegawai negeri yang diberi tugas atau izin oleh Kementerian, kementerian lain, atau lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan untuk mengikuti pendidikan kedinasan.

Program pendidikan kedinasan yang merupakan program pendidikan profesi setelah program sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dapat diselenggarakan di dalam dan/atau di luar satuan pendidikan yang ada pada Kementerian, kementerian lain, atau LPNK terkait, baik pada jalur pendidikan formal maupun pada jalur pendidikan nonformal.

Kembali kepada pendidikan sumber daya manusia penerbangan sipil bahwa pendidikan utama yang dilakukan oleh STPI sebenarnya adalah Penerbang, Kespen (ATC) dan Teknik Perawatan Pesawat Udara dan ATKP Kespen (ATC) dan Teknik Radio dan Teknik Perawatan Pesawat Udara, dan selanjutnya hasil pendidikan tersebut diserap oleh kalangan industri serta regulator.

Air Traffic Controller dan Teknisi CNS

Sebelum bulan September 2012, ATC dan Teknisi CNS yang mendapat pendidikan di STPI dan AKTP disalurkan ke PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II dan dapat menjadi pegawai perusahaan, namun demikian ada juga yang kemudian ditetapkan menjadi pegawai negeri baik sebagi teknisi penerbangan, maupun pengajar (instruktur).

Namun adakalanya ATC dan Teknisi CNS yang bekerja di kedua BUMN tersebut memiliki status PNS dan diperbantukan.

Dengan segala pertimbanganya pemerintah menerbitkan PP 77 Tahun 2012 Tentang Perum LPPNPI yang menjadi satu-satunya penyedia pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia. Fungsi pemanduan, aset dan sumber daya manusia yang berkaitan dengan pelayanan navigasi penerbangan pada kedua BUMN tersebut dan bandar udara UPT Ditjenhubud diamalgasikan kedalam perum tersebut, mengacu pada pasal 2 ayat (2) huruf c dan d.

Mengacu pasal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa semua ATC dan Teknisi CNS yang masih berstatus pegawai negeri selanjutnya akan diubah statusnya menjadi pegawai perum, dan tidak ada lagi ATC dan Teknisi CNS dengan status pegawai negeri.

Pertimbangan

Dari penjelasan diatas perlu difikirkan beberapa hal terkait dengan penyediaan sumber daya manusia penerbangan seperti, penerbang, teknisi perawatan pesawat udara, air traffic controller dan teknisi CNS, apakah hanya dan harus melalui STPI dan ATKP.

Jika mengacu pada PP No.14 Tahun 2010 Tentang Pendidikan Kedinasan, terutama pasal 24 ayat (1) huruf b angka 1), 2) dan 3) serta ayat (2) kemungkinan sumber daya manusia penerbangan tersebut diatas harus dapat bersumber dari lembaga pendidikan lain, karena pendidikan kedinasan hanya diperuntukan bagi pegawai negeri sipil atau calon pegawai negeri sipil. Apakah ketiga jenis pendidikan seperti dibicara pada tulisan ini dapat juga diselenggarakan oleh institusi pendidikan lain.

Sebenarnya Kementerian Perhubungan telah memberikan kesempatan kepada umum/swasta untuk menyelenggarakan pendidikan penerbangan melalui penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan KM 57 Tahun 2010 Tentang PKPS Bagian 141, KM 13 Tahun 2009 Tentang PKPS Bagian 143, KM 24 Tahun 1997 Tentang PKPS Bagian 147.

Di Indonesia ada lebih dari sepuluh pilot school yang telah mendapai sertifikat penyelengaraan pendidikan penerbang – Indonesia PKPS Bagian 141 dan diharapkan dapat menghasilkan sekitar 400 hingga 500 penerbang dengan kwalifikasi CPL setiap tahun.

Untuk menghasilkan sumber daya manusia dalam bidang perawatan pesawat udara sudah ada empat lembaga pendidikan selain STPI dan ATKP yang telah mendapat sertifikat penyelenggara pendidikan – Indonesia PKPS Bagian 147.

Pendidikan ATC untuk memenuhi kebutuhan Ditjenhubud, PT AP I dan PT AP II disediakan oleh STPI dan ATKP, belum ada lembaga pendidikan lain yang mendapatkan ijin penyelenggaraan sesuai dengan Indonesia PKPS Bagian 143. Namun dengan terbitnya PP 14 Tahun 2010 diharapkan LPPNPI dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri.

Masa Depan

Bagaimanakah masa depan pendidikan yang hingga hari ini dilakukan oleh STPI dan ATKP?

Dasar hukum berdirinya STPI adalah Keputusan Presiden No.43 Tahun 2000 tentang Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, sementara untuk ATKP melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.71 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja ATKP. Pada kedua surat keputusan itu disebutkan bahwa jenis pedidikan yang dilaksanakan pada kedua lembaga pendidikan tersebut adalah pendidikan kedinasan yang sumber dananya adalah APBN.

Selanjutnya mengacu kepada Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2010 Tentang Pendidikan Kedinasan disebutkan bahwa pendidikan kedinasan hanya diselenggaran bagi pegawai negeri atau calon pegawai negeri yang bekerja di kementerian atau lembaga negara non-kementerian dan peserta didiknya memiliki tingkat pendidikan Sarjana S-1 atau Diploma IV (D-IV).

Sudah diketahui bahwa sasaran peserta pendidikan pelatihan yang diselenggarakan oleh STPI dan ATKP adalah seseorang yang minimum mempunyai pendidikan sekolah menengah umun dan hasil pendidikan sebagian besar disalurkan kepada maskapai penerbangan, penyelenggara bandar udara dan penyenggara pelayanan navigasi penerbangan yang bukan lembaga pemerintah (kementerian).

Dengan adanya PP No.14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan, maka posisi lembaga pendidikan dan pelatihan STPI dan ATKP serta lainnya perlu di kaji kembali.

Ada tiga pilihan yang mungkin dapat dipertimbangkan

  1. pendidikan kedinasan yang bersangkutan dialihstatuskan menjadi badan hukum pendidikan, yang kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan sebagai pendiri memiliki representasi dalam organ representasi pemangku kepentingan, untuk memenuhi kebutuhan sektoral yang berkelanjutan dan memerlukan pengawasan dan penjaminan mutu yang ketat dari kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan;
  2. pendidikan kedinasan yang bersangkutan diintegrasikan dengan perguruan tinggi negeri tertentu dan setelah integrasi diadakan kerja sama dengan kemasan khusus untuk memenuhi kebutuhan sektoral yang bersifat temporer dan memerlukan pengawasan dan penjaminan mutu yang ketat dari kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan;
  3. pendidikan kedinasan yang bersangkutan diintegrasikan dengan perguruan tinggi negeri tertentu atau diserahkan kepada pemerintah daerah jika kebutuhan akan pengawasan dan penjaminan mutu yang ketat dari kementerian lain atau LPNK yang bersangkutan rendah.

Terakhir, mengacu kepada peraturan pemerintah bahwa pendidikan kedinasan (seperti STPI dan ATKP) perlu disesuaikan bentuk kelembagaanya paling lambat hingga tahun 2015.(NM)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar dan masukannya/Thank you for commenting