Anggota Council ICAO
Latar Belakang
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar
249 juta jiwa yang tersebar di kepulauan Nusantara yang membentang dari Timur
ke Barat sejauh 5500 km dan membentang
sejauh 2450 km dari Utara ke Selatan merupakan sebuah negara yang luas dengan
jumlah bandar udara sekitar 230 mengangkut 131 juta penumpang menggunakan
sebanyak lebih dari 400 unit pesawat udara sipi.
Indonesia mulai menjadi Negara Anggota
International Civil Aviation Organization (ICAO) pada Mei tahun 1950 setelah menyatakan
“menundukan diri” (adherence to) pada Chicago Convention 1944, semenjak saat
itu Indonesia cukup aktif hadir pada sidang-sidang Assembly maupun sidang lain
di lingkungan ICAO Asia-Pacific.
Pada awal bulan Oktober 2013 telah
dilakukan sidang Assembly ICAO di Montreal yang merupakan sidang tahunan dan
pada tahun ini diberitakan bahwa Indonesia kembali tidak terpilih menjadi
anggota Counsil.
Tulisan ini dibuat untuk membantu
memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengapa Indonesia tidak berhasil dipilih
kemudian mengajak semua pihak bekerjasama demi berhasilnya Indonesia menjadi
anggota Counsil pada pemilihan putaran berikutnya.
ICAO Council
Council adalah
sebuah badan tetap Organisasi bertanggung
jawab kepada Assembley.
Council terdiri dari 36 negara anggota yang dipilih oleh Assembly
untuk masa jabatan tiga tahun. Dalam proses pemilihan, ada Negara-negara
Anggota yang mewakili Negara Anggota yang memberikan pengaruh besar
padad transportasi udara, Negara Anggota
lain yang tidak
termasuk
tetapi yang membuat kontribusi
terbesar terhadap penyediaan
fasilitas penerbangan navigasi
sipil dan ada Negara Anggota tidak termasuk yang penunjukan namun
dapat mewakili kawasan geographical utama dalam Council.
Council menyelenggarakan sidang
Assembly.
Dewan ini memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah untuk menyampaikan laporan tahunan kepada Assembly; melaksanakan arahan Assembley, dan melaksanakan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Convention on
International Civil Aviation (Chicago, 1944). Cuncil juga
mengelola keuangan ICAO, menetapkan dan mendefinisikan tugas Air Transport Committee , serta Committee on Joint Support of Air Navigation Services, Finance Committee, Committee on Unlawful Interference, Technical Co-operation Committee, dan Human Resources Committee, . Council juga menetapkan Member of the Air Navigation Commission serta memilih para anggota Edward Warner Award Committee. Secretary General dipilih dan di tetapkan oleh Council.
Sebagai salah satu dari dua badan yang mengatur ICAO, Council secara teratur memberikan arah kegiatan
ICAO. Dalam hal ini, salah
satu tugas utamanya adalah untuk mengadopsi International Standards and Recommended Practices (SARPs) dan menjadikan sebagai Annexes to the Chicago Convention . Council
dapat mengubah Annexes ada jika diperlukan.
Pada
kesempatan
tertentu, Council
dapat bertindak sebagai
penengah antara Negara
Anggota dalam hal-hal mengenai penerbangan
dan pelaksanaan ketentuan Convention; dapat pula menyelidiki adanya keadaan yang
menimbulkan hambatan dalam pengembangan navigasi penerbangan internasional
dan, secara umum, dapat mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga keselamatan dan keteraturan transportasi udara international. Council dipimpin oleh Cpuncil President selama tiga tahun dan terakhir dipilih pada November 2010.
RegistAssembly
ICAO Assembly merupakan badan
tertinggi Organisasi. Assembly mengadakan pertemuan setidaknya
sekali setiap tiga tahun
dan diselenggarakan oleh Council.
Anggota ICAO terdiri dari 191 Negara dan sejumlah organisasi internasional diundang untuk Assembly, yang menetapkan kebijakan Organisasi di
seluruh dunia untuk periode
triennium mendatang.
Selama Sidang
Assembly,
program kerja lengkap ICAO bidang teknis,
ekonomi, kerja sama hukum dan teknis bahas
secara rinci. Hasil Assembly kemudian diberikan
kepada badan-badan lain dari ICAO serta Negara-negara
Anggota dalam rangka untuk memandu mereka melanjutkan pekerjaan dimasa depan, seperti
yang ditentukan dalam Article 49 dari Convention on
International Civil Aviation.
Setiap Negara Anggota berhak untuk memberikan satu suara atas materi sidang dihadapan Assembly, dan keputusan dalam Sidang diambil melalui mekanisme mayoritas dari
suara - kecuali bila diatur lain diatur
dalam Konvensi.
Anggota Council
Indonesia telah menjadi Anggota ICAO semenjak tahun
1950 dan telah menjadi anggota Council Part III dari tahun 1962 hingga 2001.
Melalui Sidang Assembly ke-38 tahun 2013 Indonesia telah mengajukan pencalonan
menjadi anggota Council Part III.
Sidang Assembly Ke-38 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah dipilh anggota Counci. Anggota Council terdiri 36
Negara Anggota adalah
badan Organisasi dan dipilih untuk
jangka waktu tiga tahun.
Proses pemilihan dibagi menjadi tiga part, dan
negara yang telah dipilih adalah:
PART I − (Negara Anggota yang paling
berpengaruh dalam transportasi udara) – Australia*, Brazil*, Canada*, China*,
France*, Germany*, Italy*, Japan*, Russian Federation*, United Kingdom* and the
United States*.
PART II − (Negara Anggota yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penyediaan fasilitas l navigasi
penerbangan sipil internasional) – Argentina*, Egypt*, India*, Mexico*,
Nigeria*, Norway, Portugal, Saudi Arabia*, Singapore*, South Africa*, Spain*
and Venezuela.
PART III − (Negara Anggota yang mewakili
secara geographical) – Bolivia, Burkina Faso*, Cameroon*, Chile, Dominican
Republic, Kenya, Libya, Malaysia*, Nicaragua, Poland, Republic of Korea*,
United Arab Emirates* and United Republic of Tanzania.
*dipilih kembali
Belum berhasil
Tulisan diatas dapatlah kita memahami bahwa
Negara-Anggota yang menjadi anggota Council ICAO dapat memberikan banyak
pemikiran dan melalui keaktifan yang diberikan bahkan dapat mempengaruhi arah
perkembangan penerbangan sipil dunia. Menjadi anggota Council ICAO menjadi
suatu kepercayaan dan kebanggan bagi Negara-Anggota.
Kehilangan kesempatan menjadi aggota Council
semenjak tahun 2001 merupakan cermin dari bagaimana posisi Indonesia dalam
kancah penerbangan sipil dunia.
Menurut seorang pengamat kebijakan publik kurang
berhasilnya Indonesia kembali menjadi anggota Council karena adanya “keangkuhan
sektoral Kementerian Perhubungan”.
Penulis mempunyai pandangan lain, bahwa
ke-tidak-berhasilan Indonesia kembali menjadi anggota Council dipengaruhi
beberapa sebab yang berakibat kepercayaan Negara-Anggota memberikan dukungan
kepada Indonesia.
Malaysia menjadi Negara Anggota semenjak tahun
1958 sedangkan Singapura semenjak tahun 1960. Malaysia terpilih kembali menjadi
anggota Council Part III dan Singapura langsung menjadi anggota Council Part II
untuk kedua kalinya.
Apakah pengelolaan penerbangan sipil Indonesia
lebih jelek dari kedua negara tetangga kita itu, lalu bagaiman tolok ukur yang
dapat digunakan. Sejauh ini ICAO tidak pernah menyatakan bahwa pengelolaan
penerbangan sipil Indonesia buruk.
Kita semua mungkin masih ingat bahwa sekitar
tahun 2007/2008 Parlemen Eropa melalui Komisi Transportasinya mengumumkan bahwa
Negara Anggota ICAO yang menurut ukuran EU tidak dapat memenuhi standard
minimum keselamatan yang ditetapkan oleh ICAO dilarang memasuki/terbang di
kawasan mereka, dikenal sebagai EU Banned.
Pemerintah Amerika Serikat melalui FAA
menerbitkan peraturan yang senada dengan EU bahwa Negara Anggota ICAO yang
belum dapat memenuhi persyaratan minimal keselamatan penerbangan sipil masuk
kedalam FAA Category II list.
Dalam upaya mendapatkan dukungan dari Negara
Anggota untuk menjadi anggota Council Part III, melalui pernyataannya Indonesia
menyebutkan bahwa hasil audit (findings)
ICAO atas keselamatan penerbangan telah diselesaikan sebanyak 82% pada November
2012.
Untuk mengetahui apakah pengelulaan
penerbangan sipil di Indonesia sudah baik atau masih ada yang kurang dapat
disimulasikan melalui hasil audit ICAO tetant keselamatan penerbangan sipil
yang datanya dapat diakses pada situs ICAO.
Graphik dibawah ini menunjukan posisi
Indonesia dalam pengelolaan penerbangan sipil dibandingkan dengan Malaysia
serta Singapura.
Pendapat dan saran
Kita mengetahui bahwa sebagai bagian dari
komunitas penerbangan sipil di dunia Indonesia tidaklah dapat bergerak sendiri,
bahwa ICAO sebagai bagian dari PBB menjadi organisasi yang jika kita ikuti
dapat memajukan penerbangan sipil di Indonesia.
Tentu secara sadar pada tahun 1950 ketika
Indonesia menyatakan masuk kedalam organisasi penerbangan sipil bahwa sebagai
Negara Anggota mempunyai hak dan kewajiban. Banyak sudah bantuan pemikiran
serta teknis yang diterima Indonesia dalam memajukan sistim transportasi udara,
seperti juga diterima Negara Anggota lainnya.
Dukungan serta kepercayaan telah pernah
diberikan oleh otoritas penerbangan sipil dunia kepada Indonesia sehingga
Indonesia dapat menjadi anggota Council Part III dari tahun 1962 hingga tahun
2001.
Namun sayang kepercayaan yang pernah ada telah
tidak dimanfaatkan dengan baik, perkembangan pengelolaan penerbangan sipil dari
Negara Anggota lain telah bergerak dengan lebih baik dibanding pengelolaan
Indonesia.
Semua Negara Anggota ICAO akan kembali
mendapat kesempatan dipilih menjadi menjadi anggota Council tahun 2016, bukan
suatu waktu yang lama.
Indonesia dalam hal ini Kementerian
Perhubungan sangat perlu berkonsentrasi penuh memperbaiki pengelolaan
penerbangan sipil dengan menerapkan semua kebijakan serta petunjuk teknis yang
diberikan oleh ICAO sehingga paling tidak seluruh persyaratan minimum
keselamatan penerbangan sipil yang ditetapkan dapat tercapai.
Kementerian Perhubungan sebagai organisasi
negara yang bertanggung-jawab sebagai regulator penerbangan sipil di tanah air
harus membuka diri dan bekerja sama dengan semua potensi yang ada, kesan
“keangkuhan sektoral”, jika ada, seperti yang disampaikan oleh pengamat
kebijakan publik harus segera dihilangkan.
Selain itu ada baiknya Kementerian Perhubungan
perlu melihat kembali bentuk serta isi UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,
bandingkan dengan undang-undang sejenis dari Negara Anggota lain yang ada
disekeliling dan benar-benar memahami maksud serta tujuan dari Convensi Chicago
1944. (nm)