Sabtu, 01 Februari 2014


DGCA India Masuk FAA Category 2
Hari ini tanggal 1 Februari 2014 Federal Aviation Adminitration (FAA) sebagai penanggung jawab keselamatan penerbangan sipil Amerika Serikat telah menyatakan bahwa karena perimbangan kepatuhan dalam mengelola keselamatan penerbangan sipil maka Directorate General Of Civil Aviation (DGCA) India telah diturunkan kelasnya menjadi FAA Category 2.

Negara-negara yang masuk kedalam Category 2 adalah karena telah “tidak lulus” mengikuti audit kepatuhan keselamatan penerbangan yang dilakukan oleh ICAO atau dikenal dengan USOAP.

India mengikuti negara-negara seperti Filipina, Indonesia, Bangladesh serta beberapa negara Afrika lainnya.

Dengan diturunkannya India menjadi Category 2 akan membatasi semua pesawat udara yang didaftarkan di India untuk dapat beroperasi (masuk  dan keluar) ruang udara dan bandar udara yang Amerika Serikat.

Sedang Category 1 adalah negara-negara yang dapat mematuhi persyaratan keselamatan penerbangan yang ditetapkan oleh ICAO.

Sedangkan dimata EU, pengelolaan keselamatan penerbangan oleh DGCA India masih digolongkan “no major concern” namun mereka tetap melakukan monitor perkembangan selanjutnya. Sementara itu Transport Canada tetap mengijinkan Air India dan Jet Airways masuk dan keluar wilayah Canada.

FAA, yang secara periodik mengkaji kesiapan keselamatan penerbangan dari beberapa negara berbeda, regulator penerbangan India di-audit pada bulan September dan Desember tahun lalu dan telah mengangkat isu-isu antara lain kurangnya jumlah yang memadai dari petugas inspektor dan pelatihan petugas keselamatan penerbangan  yang “certified” menyatakan pesawat udara laik beroperasi.

Kepada negara-negara yang masuk FAA Category 2 atau EU Flight Ban memang penerbangan didalam negeri atau regionalnya tidak terpengaruh, namun hal itu menunjukan bahwa negara-negara tersebut sedang mengalami masalah dalam mengelola keselamatan penerbangan sipil dan itu tentu sangat tidak mengenakan.
Indonesia sudah sejak lama masuk dalam FAA Cat 2 dan EU Flight Ban, yang harus kita upayakan dapat segera keluar dari status tersebut agar kepercayaan dunia internasional pada pengeloloaan keselamatan penerbangan Indonesia menjadi setara dengan negara lain, utamanya di ASEAN yang akan segera memulai ASEAN Single Aviation Market. (NM)

Selasa, 07 Januari 2014


Pemikiran Mengurangi Kesemrawutan LLJR di Jabodetabek

Kota Jakarta, Ibukota Indonesia hampir setiap hari dikeluhkan orang dengan kemacetan lalu lintas, dari pagi hari hingga lepas waktu Isya. Apa yang sebenarnya terjadi dirasakan bahwa semakin hari tingkat kemacetan semakin parah dan orang kemudian menuding pihal lain sebagai penyebab kemacetan. Apa sebenarnya penyebab kemacetan itu? Jawabanya tidak hanya satu faktor sebagai penyebab kemacetan.
Jakarta yang “didirikan” kurang lebih 460 tahun yang lalu tidak memiliki konsep yang jelas dalam artian bahwa ia dijadikan kota perdagangan, industri, budaya, pendidikan dan pusat pemerintahan.
Luas kota Jakarta adalah  7.659,02 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 10.187.595 jiwa.
Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan serta tuntutan perekonomian Kota Jakarta dikelilingi oleh beberapa wilayah/kota Depok, Bekasi, Tangerang dan Tangerang Selatan dengan masing-masing jumlah penduduknya maka menjadikan Kota Metropolitan Jakarta berpenduduk sekitar 20 juta jiwa.

Kemacetan lalu lintas jalan raya

Kemacetan lalu lintas jalan raya di dalam kawasan Jabodetabek merupakan keadaan yang semenjak tahun 1970 terus berlanjut dan semakin tahun semakin buruk. Dari satu Gubernur ke yang lainnya dan keterlibatan Pemerintah Pusat telah mencoba secara “serius” maupun hanya “lip service” terus di “wacanakan”, tetapi hasilnya semakin hari semakin “semrawut”.
Penyelesaian “kesemrawutan” selalu diselesaikan dengan cara “membangun fisik”, seperti jalan bebas hambatan, pelebaran jalan maupun penyediaan sistim transportasi umum. Kala penyediaan infrastruktur mulai “megap-megap” karena ketersediaan dana yang tidak cukup maka muncullah “kebijakan” pembatasan. Konsep “three in one (car pooling)”, pembatasan (mungkin akan dilakukan) penyediaan bahan bakar untuk kendaraan roda-empat, penyediaan sistim transportasi masal bis ber-ac namun ternyata tidak menyelesaikan masalah.
Rencana penyediaan kereta api listrik bawah tanah (sebagian di permukaan) sekarang (tahun 2013) sedang dimulai dengan harapan menggurangi “kesemrawutan” itu. Pertanyaannya adalah jika kita nilai “kesemrawutan” saat ini sudah 100% maka ketika sistim kereta api listrik kelak beroperasi berapa persen tingkat “kesemrawutan” akan berkurang.
Ada baiknya para akhli menghitung waktu tempuh bagi sesorang yang bertempat tinggal di Bekasi dan bekerja di kawasan Kalideres pergi dan pulang saat ini (tahun 2013) dan kelak tiga tahun kedepan.

Pusat Pemerintahan dan Perekonomian

Pusat pemerintahan Indonesia berada di Jakarta telah mengakibatkan kegiatan pemerintahan seperti terpusat dalam satu titik yang menarik bagi banyak orang melakukan hampir semua kegiatannya. Kegiatan yang dilakukan seperti gerakan domino dimana satu dengan lainnya saling berkaitan dan saling membutuhkan.
Kegiatan perekonomian yang berada dikawasan Jabodetabek yang mungkin dulunya telah direncanakan sedemikian rupa, ternyata pada akhirnya kegiatan perekonomian mengakibatkan lalu lintas barang melintasi beberapa wilayah yang menggunakan sistim transportasi jalan raya.
Banyaknya “kantor manajemen” perusahaan swasta dan perusahaan BUMN berlokasi di dalam “lingkaran DKI” mengakibatkan mobilitas pegawai dan eksekutif perusahaan serta pendukungnya jadi meningkat.

Kegiatan Jasa

Penulis mengartikan kegiatan jasa adalah hubungan manusia dengan manusia lainnya baik menurut “strata kehidupan ekonomi” maupun”strata tingkatan kepemerintahan”.
Kegiatan jasa yang dilakukan oleh banyak orang/penduduk yang berdomisili di kawasan Jabodetabek demikian tinggi dan mungkin hanya berkurang diatas pukul 22.00 wib. Sebagian besar kegiatan jasa itu menggunakan kegiatan fisik, yaitu bertemu, berkumpul atau mendatangi disuatu lokasi, sehingga membutuhkan pergerakan manusia dari satu lokasi kelainnya yang kadang sering membutuhkan transportasi kendaraan.
Dengan adanya fasilitas telekomunikasi sebenarnya kegiatan jasa dapat dilakukan tanpa harus bertemu fisik sehingga dapat mengurangi mobilitas yang menggunakan transportasi roda empat/roda dua (sepeda motor).

Mengurangi kemacetan lalu lintas di Jabodetabek

Dari pengamatan selama ini bahwa kemacetan dan kesemerawutan lalu-lintas jalan raya di kawasan Jabodetabek diakibatkan banyak hal yang satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak ada obat yang “cespleng”. Dan oleh sebab itu mungkin dapat dicoba pemikiran radikal dibawah ini.

Pemikiran pertama

Pindahkan semua kantor pusat kementerian dan kantor Perusahaan BUMN, keluar dari Pulau Jawa. Ini ide “gila” tetapi merupakan upaya untuk mengatur “gula” agar semutnya juga dapat pindah. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah ketika masa liburan lebaran tiba dimana kantor-kantor kementerian dan kantor Perusahaan BUMN tutup maka keruwetan yang biasa terjadi pindah ke lokasi lain. Artinya orang/penduduk beraktifitas berkaitan dengan apa yang menarik bagi mereka, tanpa harus disuruh jika menarik biasanya orang/penduduk akan melakukan mobilisasi.
Mari kita berangan-angan misalnya kantor Kementerian Pekerjaan Umum beserta direktorat jenderal-nya dipindahkan keluar pulau Jawa maka berapa ribu pegawai negeri sipil yang turut pindah.

Pemikiran kedua

Pemikiran kedua merupakan langkah yang “gampang-gampang-susah” yaitu telekomunikasi. Artinya banyak orang telah memanfaatkan teknologi telekomunikasi yang sangat maju, dijalan-jalan orang tidak hentinya berkomunikasi melalui dunia maya atau paling tidak ditangannya memegang alat telpon cellular yang dapat digolongkan maju (advance). Orang dikaki-lima disekitar Jalan Thamrin dapat berkomunikasi dengan seseorang yang misalnya berada di Palembang. Jadi itu bagian “gampang”-nya. Susahnya adalah fasilitas telekomunikasi tersebut tidak dimanfaatkan oleh semua orang dalam urusan melaksanakan  pekerjaanya (kegiatan jasa). Masih banyak orang menyelesaikan pekerjaan harus datang dan bertemu dengan orang. Hal itu dapat meningkatkan mobilitas kendaraan roda empat/roda dua.
Gerakan yang dilakukan oleh pengelola bank dapat kita lihat merupakan upaya berhasil dengan meletakan mesin anjungan tunai mandiri, paling tidak dalam jangkauan lima kilometer dari kita tinggal, ternyata telah dapat mengubah pola orang/penduduk memenuhi kebutuhan dasar keuangannya tanpa harus menuju bank bertemu pegawai bank.

Pemikiran ketiga

Semua orang/penduduk perlu merobah pola kegiatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan mengurangi mobilitas, misalnya sedapat mungkin mobilitas dilakukan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sekolah dan tempat kerja serta pasar berada dalam radius lima kilometer dari tempat tinggal. Dengan demikian pergerakan orang/penduduk dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Perumahan tempat tinggal beserta prasarana umum sekolah, rumah sakit pasar dibangun dalan radius lima kilometer dari tempat kerja, dengan demikian jumlah kendaraan roda-empat dapat dikurangi. Orang/penduduk harus meninggalkan pola pemikiran bahwa sanggup memiliki kendaraan roda-empat maka lokasi kegiatan sehari-hari dapat jauh dari tempat tinggalnya.

Kesimpulan

Bahwa kemacetan lalu lintas jalan raya di kawasan Jabodetabek adalah hasil dari kebijaksanaan, keputusan dan pola hidup semua orang/penduduk yang ada disana sehingga penyelesaianya harus melibatkan perubahan pola hidup, cara berpikir serta kesadaran semua orang/penduduk yang ada didalamnya.
Peningkatan disiplin bermasyarakat yang benar sesuai norma serta berlalu lintas harus dimulai dari diri sendiri sebagai orang tua dan kepada anaknya, dan jangan menuntut orang lain berdisiplin.
Penyelesain “kesemrawutan” lalu lintas di kawasan Jabodetabek tidak selalu harus membangun infrastruktur, tetapi dapat pula dilakukan dengan perubahan budaya, pola pikir serta disiplin diri dalam bermasyarakat oleh orang/penduduknya. (NM)

Rabu, 27 November 2013

Unmanned Aerial System (UAS)

Dalam kalangan sipil mengetahui nama Unmanned Aerial Vehicle UAV baik dari koran, majalah, televisi atau dari media lainnya. Tetapi informasi yang diberikan kebanyakan terkait dengan meninggalnya seorang atau sekelompok orang akibat tindakan militer. Demikian hebat UAV ini sehingga dapat memilih-milih targetnya.

Kita tidak akan membahas hebatnya UAV dalam tindakan militer, namun kita akan "ngobrol" hebatnya UAV yang dapat bermanfaat dalam dunia penerbangan sipil.

Kita semua sudah mengetahui permainan anak-anak yang disebut "remote control", biasanya berupa mobil-mobilan sedangkan bagi kalangan remaja berupa pesawat terbang dimana pengemudinya dilengkapi peralatan kemudi. Peralatan kemudi dihubungkan ke mobil-mobilan atau pesawat terbang melalui jaringan frequency yang digunakan untuk memberikan "perintah". Tentu saja karena jenisnya permainan maka jangkauan antara pengemudi dan mainan relatif dekat.

UAV pada dasarnya menggunakan cara yang sama dengan "mainan" tersebut, namun karena sudah dikembangkan sedemikian maju maka pesawat udaranya sudah lebih besar dan dapat terbang sangat jauh dari tempatnya pemberangkatan maupun pendaratan. Posisi pengemudinya (pilot) juga dapat berjarak ratusan mil dari pesawat udaranya. Ukuran UAV yang sudah dapat terbang jauh dan lama kira-kira ukurannya sama dengan pesawat udara jarak menegah. Dengan ukuran seperti itu artinya pesawat udara UAV dapat mengakut barang atau orang dengan jarak yang jauh. Maka jika kelak UAV akan mengakut orang (penumpang) maka ia akan memasuki bandar udara serta ruang udara seperti yang kita kenal saat ini.

Lalu bagaimana aturanya?

Dalam kegiatan yang berkaitan dengan "senjata" kita mengenal UAV atau "drone" sedangkan bagi kepentingan sipil maka International Civil Aviation Organization (ICAO) secara resmi memberi nama Unmanned Aircraft System (UAS).

UAS merupakan konsep baru dalam dunia penerbangan sipil yang memanfaatkan teknologi pesawat udara seperti yang kita kenal serta teknologi komunikasi data serta sistim sensor visual maupun electronic.

Didalam pesawat udaranya tidak ada penerbang, semua cara menerbangkannya dilakukan dari lokasi lain dimuka bumi, jadi hanya akan ada "payload". Komunikasi antara penerbang dengan pusat pengatur lalu lintas penerbangan dilakukan seperti yang kita kenal saat ini.

Ada kecenderungan besar bahwa UAS akan dioperasikan pada bandar udara dan ruang udara yang juga digunakan oleh pesawat udara berawak dan oleh karena itu UAS harus mempunyai kemampuan "seen and be seen" dalam rangka mencegah terjadinya tabrakan.

Hingga saat ini ICAO telah menghimbau negara-negara anggota untuk antisipasi beroperasinya UAS, misalnya perlu peraturan berkaitan dengan kelaikan pesawat udara (airworthiness), lisensi bagi pesonil yang berhubungan dengan pesawat udara (dalam ha ini UAS itu sendiri), kepemilikan serta masalah lain yang berkaitan dengan kemungkinan kegagalan operasional. Pada dasarnya diharapkan UAS akan dioperasikan dengan tingkat keselamatan dan keamanan setera dengan pesawat udara berawak.

Dalam waktu dekat mungkin UAS belum akan mengakut penumpang untuk tujuan komersial, namun karena teknologi UAS yang makin matang maka penggunaan dalam operasi SAR, pengawasan pantai, pengawasan batas wilayah negara segera dapat diwujudkan.

(NM)

Kamis, 17 Oktober 2013

ICAO


Anggota Council ICAO
Latar Belakang
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 249 juta jiwa yang tersebar di kepulauan Nusantara yang membentang dari Timur ke Barat sejauh 5500 km  dan membentang sejauh 2450 km dari Utara ke Selatan merupakan sebuah negara yang luas dengan jumlah bandar udara sekitar 230 mengangkut 131 juta penumpang menggunakan sebanyak lebih dari 400 unit pesawat udara sipi.
Indonesia mulai menjadi Negara Anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) pada Mei tahun 1950 setelah menyatakan “menundukan diri” (adherence to) pada Chicago Convention 1944, semenjak saat itu Indonesia cukup aktif hadir pada sidang-sidang Assembly maupun sidang lain di lingkungan ICAO Asia-Pacific.
Pada awal bulan Oktober 2013 telah dilakukan sidang Assembly ICAO di Montreal yang merupakan sidang tahunan dan pada tahun ini diberitakan bahwa Indonesia kembali tidak terpilih menjadi anggota Counsil.
Tulisan ini dibuat untuk membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengapa Indonesia tidak berhasil dipilih kemudian mengajak semua pihak bekerjasama demi berhasilnya Indonesia menjadi anggota Counsil pada pemilihan putaran berikutnya.
ICAO Council
Council adalah sebuah badan tetap Organisasi bertanggung jawab kepada Assembley.
Council terdiri dari 36 negara anggota yang dipilih oleh Assembly untuk masa jabatan tiga tahun. Dalam proses pemilihan, ada  Negara-negara  Anggota yang mewakili Negara Anggota yang memberikan pengaruh besar padad transportasi udara, Negara Anggota lain yang  tidak  termasuk tetapi yang membuat kontribusi terbesar terhadap penyediaan fasilitas penerbangan navigasi sipil dan ada Negara Anggota tidak termasuk yang penunjukan namun dapat mewakili kawasan geographical utama dalam Council.
Council menyelenggarakan sidang Assembly.
Dewan ini memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah untuk menyampaikan laporan tahunan kepada Assembly; melaksanakan arahan Assembley, dan melaksanakan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Convention on International Civil Aviation (Chicago, 1944). Cuncil juga mengelola keuangan ICAO, menetapkan dan mendefinisikan tugas Air Transport Committee , serta Committee on Joint Support of Air Navigation Services, Finance Committee, Committee on Unlawful Interference, Technical Co-operation Committee,  dan Human Resources Committee, . Council juga menetapkan Member of the Air Navigation Commission serta memilih para anggota Edward Warner Award Committee. Secretary General dipilih dan di tetapkan oleh Council.
Sebagai salah satu dari dua badan yang mengatur ICAO, Council secara teratur memberikan arah kegiatan ICAO. Dalam hal ini, salah satu tugas utamanya adalah untuk mengadopsi International Standards and Recommended Practices (SARPs) dan menjadikan sebagai Annexes to the Chicago Convention . Council dapat mengubah Annexes ada jika diperlukan.
Pada kesempatan tertentu, Council dapat bertindak sebagai penengah antara Negara Anggota dalam hal-hal mengenai penerbangan dan pelaksanaan ketentuan Convention; dapat pula menyelidiki adanya keadaan yang menimbulkan hambatan dalam pengembangan navigasi penerbangan internasional dan, secara umum, dapat mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga keselamatan dan keteraturan transportasi udara  international. Council dipimpin oleh Cpuncil President selama tiga tahun dan terakhir dipilih pada November 2010.  
RegistAssembly
ICAO Assembly merupakan badan tertinggi Organisasi. Assembly mengadakan pertemuan setidaknya sekali setiap tiga tahun dan diselenggarakan oleh Council.
Anggota ICAO terdiri dari 191 Negara dan sejumlah organisasi internasional diundang untuk Assembly, yang menetapkan kebijakan Organisasi di seluruh dunia untuk periode triennium mendatang
Selama Sidang Assembly, program kerja lengkap ICAO bidang teknis, ekonomi, kerja sama hukum dan teknis bahas secara rinci. Hasil Assembly kemudian diberikan kepada badan-badan lain dari ICAO serta Negara-negara Anggota dalam rangka untuk memandu mereka melanjutkan pekerjaan dimasa depan, seperti yang ditentukan dalam Article 49 dari Convention on International Civil Aviation.
Setiap Negara Anggota berhak untuk memberikan satu suara atas materi sidang dihadapan Assembly, dan keputusan dalam Sidang diambil melalui mekanisme mayoritas dari suara - kecuali bila diatur lain diatur dalam Konvensi.
 Anggota Council
Indonesia telah menjadi Anggota ICAO semenjak tahun 1950 dan telah menjadi anggota Council Part III dari tahun 1962 hingga 2001. Melalui Sidang Assembly ke-38 tahun 2013 Indonesia telah mengajukan pencalonan menjadi anggota Council Part III.
Sidang Assembly Ke-38 Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) telah dipilh anggota Counci. Anggota Council terdiri 36 Negara Anggota adalah badan Organisasi dan dipilih untuk jangka waktu tiga tahun.
Proses pemilihan dibagi menjadi tiga part, dan negara yang telah dipilih adalah:
PART I − (Negara Anggota yang paling berpengaruh dalam transportasi udara) – Australia*, Brazil*, Canada*, China*, France*, Germany*, Italy*, Japan*, Russian Federation*, United Kingdom* and the United States*.
PART II − (Negara Anggota yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penyediaan fasilitas l navigasi penerbangan sipil internasional) – Argentina*, Egypt*, India*, Mexico*, Nigeria*, Norway, Portugal, Saudi Arabia*, Singapore*, South Africa*, Spain* and Venezuela.
PART III − (Negara Anggota yang mewakili secara geographical) – Bolivia, Burkina Faso*, Cameroon*, Chile, Dominican Republic, Kenya, Libya, Malaysia*, Nicaragua, Poland, Republic of Korea*, United Arab Emirates* and United Republic of Tanzania.
*dipilih kembali
Belum berhasil
Tulisan diatas dapatlah kita memahami bahwa Negara-Anggota yang menjadi anggota Council ICAO dapat memberikan banyak pemikiran dan melalui keaktifan yang diberikan bahkan dapat mempengaruhi arah perkembangan penerbangan sipil dunia. Menjadi anggota Council ICAO menjadi suatu kepercayaan dan kebanggan bagi Negara-Anggota.
Kehilangan kesempatan menjadi aggota Council semenjak tahun 2001 merupakan cermin dari bagaimana posisi Indonesia dalam kancah penerbangan sipil dunia.
Menurut seorang pengamat kebijakan publik kurang berhasilnya Indonesia kembali menjadi anggota Council karena adanya “keangkuhan sektoral Kementerian Perhubungan”.
Penulis mempunyai pandangan lain, bahwa ke-tidak-berhasilan Indonesia kembali menjadi anggota Council dipengaruhi beberapa sebab yang berakibat kepercayaan Negara-Anggota memberikan dukungan kepada Indonesia.
Malaysia menjadi Negara Anggota semenjak tahun 1958 sedangkan Singapura semenjak tahun 1960. Malaysia terpilih kembali menjadi anggota Council Part III dan Singapura langsung menjadi anggota Council Part II untuk kedua kalinya.
Apakah pengelolaan penerbangan sipil Indonesia lebih jelek dari kedua negara tetangga kita itu, lalu bagaiman tolok ukur yang dapat digunakan. Sejauh ini ICAO tidak pernah menyatakan bahwa pengelolaan penerbangan sipil Indonesia buruk.
Kita semua mungkin masih ingat bahwa sekitar tahun 2007/2008 Parlemen Eropa melalui Komisi Transportasinya mengumumkan bahwa Negara Anggota ICAO yang menurut ukuran EU tidak dapat memenuhi standard minimum keselamatan yang ditetapkan oleh ICAO dilarang memasuki/terbang di kawasan mereka, dikenal sebagai EU Banned.
Pemerintah Amerika Serikat melalui FAA menerbitkan peraturan yang senada dengan EU bahwa Negara Anggota ICAO yang belum dapat memenuhi persyaratan minimal keselamatan penerbangan sipil masuk kedalam FAA Category II list.
Dalam upaya mendapatkan dukungan dari Negara Anggota untuk menjadi anggota Council Part III, melalui pernyataannya Indonesia menyebutkan bahwa hasil audit (findings) ICAO atas keselamatan penerbangan telah diselesaikan sebanyak 82% pada November 2012.
Untuk mengetahui apakah pengelulaan penerbangan sipil di Indonesia sudah baik atau masih ada yang kurang dapat disimulasikan melalui hasil audit ICAO tetant keselamatan penerbangan sipil yang datanya dapat diakses pada situs ICAO.
Graphik dibawah ini menunjukan posisi Indonesia dalam pengelolaan penerbangan sipil dibandingkan dengan Malaysia serta Singapura.
 
 
Pendapat dan saran
Kita mengetahui bahwa sebagai bagian dari komunitas penerbangan sipil di dunia Indonesia tidaklah dapat bergerak sendiri, bahwa ICAO sebagai bagian dari PBB menjadi organisasi yang jika kita ikuti dapat memajukan penerbangan sipil di Indonesia.
Tentu secara sadar pada tahun 1950 ketika Indonesia menyatakan masuk kedalam organisasi penerbangan sipil bahwa sebagai Negara Anggota mempunyai hak dan kewajiban. Banyak sudah bantuan pemikiran serta teknis yang diterima Indonesia dalam memajukan sistim transportasi udara, seperti juga diterima Negara Anggota lainnya.
Dukungan serta kepercayaan telah pernah diberikan oleh otoritas penerbangan sipil dunia kepada Indonesia sehingga Indonesia dapat menjadi anggota Council Part III dari tahun 1962 hingga tahun 2001.
Namun sayang kepercayaan yang pernah ada telah tidak dimanfaatkan dengan baik, perkembangan pengelolaan penerbangan sipil dari Negara Anggota lain telah bergerak dengan lebih baik dibanding pengelolaan Indonesia.
Semua Negara Anggota ICAO akan kembali mendapat kesempatan dipilih menjadi menjadi anggota Council tahun 2016, bukan suatu waktu yang lama.
Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan sangat perlu berkonsentrasi penuh memperbaiki pengelolaan penerbangan sipil dengan menerapkan semua kebijakan serta petunjuk teknis yang diberikan oleh ICAO sehingga paling tidak seluruh persyaratan minimum keselamatan penerbangan sipil yang ditetapkan dapat tercapai.
Kementerian Perhubungan sebagai organisasi negara yang bertanggung-jawab sebagai regulator penerbangan sipil di tanah air harus membuka diri dan bekerja sama dengan semua potensi yang ada, kesan “keangkuhan sektoral”, jika ada, seperti yang disampaikan oleh pengamat kebijakan publik harus segera dihilangkan.
Selain itu ada baiknya Kementerian Perhubungan perlu melihat kembali bentuk serta isi UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, bandingkan dengan undang-undang sejenis dari Negara Anggota lain yang ada disekeliling dan benar-benar memahami maksud serta tujuan dari Convensi Chicago 1944. (nm)

Minggu, 25 Agustus 2013

Peristiwa Kecelakaan Pesawat Udara Di Runway

Pendahuluan

Pada 6 Agustus 2013 telah terjadi dimana pesawat udara Lion Air jenis B737-900 menabrak hewan (sapi) ketika melakukan pendaratan di aerodrome Jalaludin, Gorontalo. Semua penumpang dan awak pesawat udara dalam keadaan selamat tetapi pesawat udara mengalami kerusakan dan runway tidak dapat dioperasikan untuk beberapa waktu.

Dalam dunia penerbangan sipil ada dua pengertian pertama, runway excursion yaitu kecelakaan pesawat udara ketika sedang melakukan pendaratan atau lepas landas dimana kemudian karena sesuatu hal pesawat udara keluar runway. Kedua adalah runway incursion yaitu kecelakaan pesawat udara di runway ketikan sedang dalam tahapan pendaratan atau tinggal landas yang diakibatkan masuknya benda (mobil/orang ) kedalam runway tanpa ijin atau masuknya hewan ke runway tanpa diketahui oleh pengelola bandar udara.

Tulisan hanya akan membahas insiden "runway incursion", seperti yang terjadi di bandar udara Gorontalo.

Apa itu runway incursion?

Runway incursion
adalah setiap kehadiran secara tidak sah (tanpa izin) di runway, apakah itu pesawat udara, kendaraan atau orang atau hewan yang dapat berpotensi menjadi konflik pada pesawat udara yang telah diberi izin untuk landing, taking-off, atau sedang taxi di runway.

Dalam suatu kejadian runway incursion secara umum ada tiga unsur yang berkepentingan, operator pesawat udara (biasa kita sebut perusahaan penerbangan), aerodrome operator (biasa dikenal dengan pengelola bandar udara, dan penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan (biasa kita kenali sebagai otoritas ATC).

Kesiapan runway beserta marka navigasinya untuk di operasikan secara aman dan efisien pada umumnya menjadi tanggung jawab pengelola bandar udara. Termasuk didalamnya tanggung jawab menjaga agar tidak terjadi mobil atau orang yang tidak mempunyai ijin masuk ke runway. Bukan hanya itu pengelola bandar udara juga bertanggungjawab agar tidak terjadi hewan/ternak dapat memasuki runway.

Otoritas ATC dalam kaitan penggunaan untuk proses landing atau take-off harus menjamin bahwa pesawat udara dalam kaitan proses tersebut tidak akan tergganggu benda-benda disebutkan diatas. Pada tahapan tertentu otoritas ATC dapat membatalkan ijin landing atau take-off jika pada waktu yang tepat diketahui ada benda-benda tersebut berada di runway.

Penerbang sebagai orang yang mengoperasikan pesawat udara dapat segera membatalkan proses landing atau take-off apabila menurutnya bahwa dalam proses tersebut diketahui di runway ada benda atau apapun yang dapat membahayakan keselamatan operasi pesawat udara.

Pengawasan dan pencegahan masuknya pesawat udara, kendaraan, orang di runway dapat dilakukan dengan lebih mudah, misalnya memberi tanda-tanda larangan. Namun bagai mana dengan hewan (ternak)?.

International Civil Aviation Organization (ICAO) telah memberikan petunjuk kepada semua anggotanya bahwa runway yang dioperasikan untuk kepentingan penerbangan umum komersial (certified aerodrome) disekelilingnya harus diberi pagar (fencing) untuk mencegah hewan (ternak) masuk ke runway.

Ada empat kategori runway incusion

  • Kategori A adalah insiden serius di mana tabrakan itu hampir tidak dapat dihindari
  • Kategori B adalah sebuah insiden di mana berkurangnya separasi (separation decreases) dan ada potensi yang signifikan akan terjadi tabrakan, diakibatkan oleh waktu kritis untuk melakukan tindakan korektif / mengelak terjadinya tabrakan.
  • Kategori C adalah sebuah insiden yang ditandai dengan waktu yang cukup dan / atau jarak untuk menghindari tabrakan.
  • Kategori D adalah sebuah insiden yang memenuhi definisi runway incursion misalnya kehadiran kendaraan / orang / hewan / pesawat udara di permukaan pada kawasan yang lindungi yang ditujukan untuk landing dan take-off pesawat udara tetapi tidak langsung mengancam keselamatan.

Dimana dan kapan terjadinya runway incursions?

  • Runway incursions dapat terjadi pada setiap saat disemua aerodrome dan melibatkan semua jenis pesawat udara, kendaraan atau orang, maupun hewan.
  • Dalam keadaan cuaca yang cerah penerbang atau petugas air traffic control seringkali mampu mendeteksi secara visual gangguan kepada lalu lintas penerbangan (intruding traffic ) dan berinisiatif melakukan tindakan penghindaran yang tepat. Biasanya mampu untuk menghidarkan bencana, namun potensi itu tentu tetap ada.
  • Dalam keadaan cuaca buruk atau malam hari kemungkinan untuk dapat berhasil mendeteksi dan waktu untuk menghindarkan menjadi berkurang. Karena itu risiko bencana menjadi lebih tinggi pada setiap peristiwa. Misalnya,tabrakan di Tenerife Los Rodeo dan Milan Linate keduanya terjadi dalam keadaan berkabut, dimana tidak ada kesempatan bagi pilot yang bersangkutan untuk mengambil tindakan penghindaran.

Mengapa dapat terjadi runway incursions?

Ada banyak alasan mengapa terjadinya runway incursions, apabila membaca laporan kecelakaan pesawat udara banyak menyoroti dimana runway incursion merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan.

Terjadi runway incursions karena kegagalan manusia yang tak terelakkan dimana human factors engineering yang tidak dapat atau kurang mengatisipasi secara memadai.

Kegagalan ini dapat terjadi dalam banyak bentuk antara lain,

  • kurangnya pemahaman atas instruksi atau clearances karena kualitas komunikasi yang buruk atau adanya perbedaan budaya;
  • kebingungan yang disebabkan oleh ketidakjelasan atas instructions, markings, signage, lighting dan publikasi;
  • kerentanan terhadap saran yang disebabkan oleh faktor budaya atau komersial;
  • kehilangan situational awareness, dan
  • gangguan lingkungan kerja dan beban kerja yang berlebihan.

Peristiwa runway incursion di Indonesia

Peristiwa runway incursion juga terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara. Dari beberapa data yang terkumpul beberapa kali telah terjadi peristiwa runway incusion di Indonesia.

Sebagian besar peristiwa runway incusion melibatkan hewan yang masuk ke runway dan tidak dapat di indentifikasi dengan baik oleh air traffic controller maupun penerbang.

  • Pada tanggal 4 Januari 2005 malam hari, terjadi peristiwa pesawat udara jenis B 737 menabrak seekor sapi ketika melakukan pendaratan di aerodrome Sultan Iskandar Muda, Nanggro Aceh Darussalam yang mengakibatkan kerusakan berat pada roda pendaratnya;
  • Pada tanggal 15 April 2007 siang hari ada anjing yang masuk runway dimana ketika itu pesawat udara jenis B737 sedang dalam proses landing di aerodrome Juanda, Surabaya dan beruntung penerbang dapat mengambil tindakan penghidaran, sehingga tidak ada kerugian apapun;
  • Januari 2008 pesawat udara jenis Boeing 737-300 sekitar pukul 08.46 WIT menabrak seekor sapi saat mendarat di aerodrome Mopah, Merauke, mengakibatkan mesin pesawat sebelah kiri mengalami kerusakan.
  • Pada tanggal14 Juni 2009 pesawat udara jenis Dornier 328 mengalami kecelakaan pada aerodrome Sentani, Jayapura ketika berusaha menghindari anjing yang melintas di runway dan pesawat udara mengalami kerusakan;
  • Pada tanggal 19 April 2010, pesawat latih menabrak dua orang di runway aerodrome Budiarto, Curug, Tangerang;
  • Pada 14 September 2011 pukul 16.00 WIT pesawat udara jenis BE 146/200 hampir menabrak sapi ketika hendak mendarat di aerodrome Komodo Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
  • Pada tanggal 23 November 2011 pesawat udara jenis Cessna 208, mengalami kecelakaan ketika hendak mendarat tiba-tiba ada seorang anak kecil yang melintas di runway. Untuk menghindari tabrakan, spontan pilot menaikkan kembali pesawatnya, dan beberapa saat kemudian menabrak sebuah bukit di dekat aerodrome;
  • Pada tanggal 6 Agustus 2013 pesawat udara jenis B737 tergelincir di runway pada aerodrome Jalaludin, Gorontalo ketika melakukan pendaratan karena menabrak hewan (sapi) dan pesawat udara mengalami kerusakan.

Dari catatan peristiwa runway incursion di aerodrome Indonesia, sebagian besar diakibatkan hewan yang masuk runway dan lainnya karena manusia yang masuk ke runway. Selain mengakibatkan korban jiwa manusia juga mengakibatkan kerugian kerusakan pesawat udara. Hal itu berbeda dengan kejadian runway incursion di benua Eropa maupun Amerika yang diakibatkan oleh kendaraan atau bahkan pesawat udara memasuki runway tanpa otorisasi.

Mencegah terjadinya runway incursions

  • Pertama, pelajari materi referensi yang tersedia untuk mendapatkan ide dalam mengatasi permasalahan. Hyperlink kepada Circular ini adalah cara yang baik untuk memulai, dan mendapatkan bahan lain yang lebih besar yang disediakan oleh regulator penerbangan.
  • Perihal runway incursions harus mendapat perhatian yang serius dalam safety management system yang ada dalam organisasi pengelola aerodrome dan ANSP. Insiden runway incursions harus dipantau untuk masa tertentu untuk menentukan tingkat permasalahan. Setiap insiden runway incursions harus diselidiki untuk menentukan faktor penyebabnya. Setiap kecenderungan faktor penyebab perlu ditangani, dan hal itu paling baik dilakukan melalui safety management system.
  • Semua insiden runway incursions harus dilaporkan misalnya melalui sistim pelaporan wajib atas sebuah peristiwa. Laporan tersebut dapat berkontribusi terhadap statistik global dan penelitian terkait dengan runway incursions, yang pada gilirannya mengarah pada pengembangan secara internasional untuk penanggulangan yang terkoordinasi.
  • Membentuk Runway Safety Programme yang sesuai peruntukannya untuk mengurangi runway incursions. Pastikan bahwa rencana aksi melibatkan semua lembaga yang beroperasi di aerodrome, dan bahwa Runway Safety Programme dikelola oleh Tim Keselamatan Runway dibentuk dari multi-disiplin. Tim Keselamatan Runway dapat merupakan sebuah komite mandiri atau bagian dari komite keselamatan aerodrome yang sudah ada.
  • Pastikan bahwa selau dilakukan kampanye runway safety awareness disemua aerodrome.
  • Pastikan bahwa tim internal audit keselamatan diberi bertugas khusus untuk memastikan bahwa fasilitas aerodrome selalu sesuai dengan ICAO SARPS.

Penutup-Saran Pemikiran

Kita mengetahui bahwa telah beberapa kali terjadi peristiwa kecelakaan pesawat udara di Indonesia ketika pesawat melakukan proses pendaratan karena adanya hewan yang melintas di runway. Sebagian peristiwa tersebut karena aerodrome tidak memiliki pagar yang cukup untuk mencegah hewan melintas.

Pemerintah Indonesia melalui keputusan menteri perhubungan telah menerbitkan peraturan keselamatan penerbangan bahwa aerodrome yang dioperasionalkan secara komersial harus dilengkapi dengan pagar, namun dengan kejadian di aerodrome Jalaludin, Gorontalo telah menunjukan pada kita tingkatan kepatuhan mengikuti aturan yang ada.

Otoritas air traffic control perlu mempertimbangkan kembali dalam memberikan aerodrome control service pada aerodrome yang tidak atau belum dapat mematuhi semua ketentuan pengoperasian aerodrome yang sesuai aturan.

Operator pesawat udara (airlines) agar lebih teliti terhadap kesiapan pengelola aerodrome dalam mematuhi semua aturan keselamatan penerbangan, jika ditemukan kekurangan pemenuhan persyaratan keselamatan penerbangan terkait dengan pengoperasian aerodrome.

Pengelola bandar udara agar lebih meningkatkan kepatuhan dalam pengoperasian aerodrome sesuai dengan aturan keselamatan penerbangan yang ada. Berikan perhatian yang seimbang antara "kemegahan" terminal penumpang dengan keselamatan penerbangan diwilayah aerodrome.

Perlu segera dibentuk Tim Keselamatan Runway yang unsurnya terdiri dari asosiasi perusahaan penerbangan (domestik dan internasional), asosiasi penerbang, asosiasi air
traffic control dan asosiasi pengelola aerodrome. Dana kegiatan diupayakan dari asosiasi terkait agar dapat bergerak lebih independen serta bersifat profesional. (nm)